Unduh Aplikasi Nirvana

image Health

Health Category

Beragam Efek Buruk Terlalu Banyak Konsumsi Makanan dari Tepung

14 November 2024

oleh Imada Lubis

Share

Tweet

Salin Tautan

Ringkasan

1. Peningkatan Berat Badan

2. Meningkatkan Risiko Diabetes Tipe 2

3. Gangguan Pencernaan

4. Meningkatkan Risiko Penyakit Jantung

5. Menghambat Fungsi Otak

Cara Mengurangi Konsumsi Tepung Olahan

Sumber Referensi

Mengonsumsi makanan berbahan dasar tepung memang lazim dalam kehidupan sehari-hari. Banyak makanan lezat yang menggunakan tepung, seperti roti, pasta, biskuit, dan kue. Namun, konsumsi tepung yang berlebihan, dapat berdampak buruk pada kesehatan tubuh. 

Tepung umumnya mengalami proses pemutihan yang menghilangkan sebagian besar serat dan nutrisi penting di dalamnya. Lantas apa saja efek buruk terlalu banyak konsumsi makanan dari tepung? Yuk Simak artikel berikut. Semoga bermanfaat.

Beragam Efek Buruk Terlalu Banyak Konsumsi Makanan dari Tepung

Berikut ini lima efek buruk terlalu banyak konsumsi makanan dari tepung serta cara mengurangi asupannya.

1. Peningkatan Berat Badan

Makanan berbahan dasar tepung putih tinggi kalori, tetapi rendah serat dan nutrisi. Oleh karena itu, terlalu banyak makan tepung putih dapat menyebabkan penambahan berat badan. Ketika serat dihilangkan dari tepung, tubuh tidak membutuhkan waktu lama untuk mencernanya, sehingga kita lebih cepat merasa lapar kembali setelah makan.

Selain itu, tepung olahan cenderung memiliki indeks glikemik tinggi, yang berarti makanan ini dapat meningkatkan gula darah dengan cepat. Untuk menjaga berat badan yang ideal, pertimbangkan untuk mengurangi konsumsi makanan dari tepung olahan dan menggantinya dengan sumber karbohidrat kompleks seperti beras merah, oat, atau quinoa.

2. Meningkatkan Risiko Diabetes Tipe 2

Tepung putih yang sering ditemukan dalam makanan olahan juga berdampak pada lonjakan gula darah. Lonjakan gula darah yang terus-menerus dapat membuat pankreas bekerja lebih keras untuk memproduksi insulin. Dalam jangka panjang, pankreas dapat mengalami penurunan fungsi, dan tubuh mengalami resistensi insulin. Sebuah kondisi di mana tubuh tidak lagi merespons insulin dengan efektif. 

Saat tubuh tak lagi sensitif dengan keberadaan insulin, glukosa tak bisa masuk ke sel tubuh untuk dipecah menjadi energi sehingga akhirnya tetap berada di dalam aliran darah. Akibatnya, gula darah pun tinggi. Kadar gula darah yang tinggi semakin tidak terkendali hingga akhirnya menyebabkan diabetes tipe 2.  

3. Gangguan Pencernaan

Makanan yang dibuat dari tepung putih cenderung kurang serat, sedangkan serat sangat penting untuk menjaga kesehatan sistem pencernaan. Serat membantu proses pencernaan dengan menambah massa pada tinja, memudahkan pergerakan usus, dan mencegah sembelit

Kekurangan serat dari makanan tepung putih olahan dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti sembelit dan perut kembung. Agar pencernaan tetap lancar, penting untuk memastikan tubuh mendapatkan cukup serat dari sayur-sayuran atau buah-buahan.

4. Meningkatkan Risiko Penyakit Jantung

Terlalu banyak konsumsi makanan dari tepung olahan juga berpotensi meningkatkan risiko penyakit jantung. Makanan dari tepung biasanya mengandung karbohidrat sederhana yang ketika dikonsumsi berlebihan, menyebabkan peningkatan kadar kolesterol jahat (LDL) dan trigliserida dalam tubuh. 

Kadar LDL dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan penumpukan plak di arteri, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Sebaiknya pilih makanan dengan karbohidrat kompleks, seperti yang ditemukan pada biji-bijian utuh dan kacang-kacangan, dapat membantu menjaga kadar kolesterol tetap sehat sehingga jantung turut terlindungi.

5. Menghambat Fungsi Otak

Makanan tepung olahan yang dikonsumsi berlebihan juga bisa mempengaruhi kesehatan otak. Kadar gula darah yang tidak stabil akibat karbohidrat olahan dapat memengaruhi fungsi kognitif seperti penurunan daya ingat dan konsentrasi.

Selain itu, tepung putih yang tidak mengandung banyak nutrisi dapat menyebabkan tubuh kekurangan vitamin dan mineral penting untuk kesehatan otak, seperti vitamin B, asam lemak omega-3, dan zat besi. Sebagai alternatif, cobalah untuk mengganti sebagian besar karbohidrat olahan dengan makanan yang kaya nutrisi seperti sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, dan ikan.

Cara Mengurangi Konsumsi Tepung Olahan

Mengurangi konsumsi makanan berbahan tepung olahan adalah langkah yang sangat baik untuk menjaga kesehatan jangka panjang. Berikut adalah beberapa cara yang dapat di coba untuk mengurangi asupan tepung olahan.

  • Saat membeli roti, pasta, atau produk sejenis, pilihlah produk yang terbuat dari tepung gandum utuh yang mengandung lebih banyak serat dan nutrisi.
  • Ganti tepung putih dengan sumber karbohidrat kompleks, seperti beras merah, quinoa, oat, atau ubi jalar.
  • Karbohidrat kompleks dicerna lebih lambat, sehingga gula darah tetap stabil dan tubuh merasa kenyang lebih lama.
  • Tingkatkan asupan sayuran dan buah karena keduanya adalah sumber serat, vitamin, dan mineral yang baik bagi tubuh.
  • Perhatikan kandungan makanan olahan, periksa label produk untuk memastikan kamu tidak mengonsumsi tepung putih secara tidak sadar.
  • Cobalah resep makanan lezat yang dibuat tanpa tepung, seperti pancake dari pisang dan oatmeal atau muffin dari tepung almond.

.

Mengurangi konsumsi tepung olahan mungkin tidak mudah, maka dari itu cobalah perlahan. Ingat dampak positifnya bagi kesehatan akan sangat terasa dalam jangka panjang. 

Diharapkan dengan pola makan yang lebih seimbang dan mengganti makanan dari tepung olahan dengan karbohidrat kompleks dan sumber nutrisi lainnya, kamu dapat mendukung kesehatan tubuh secara keseluruhan untuk hidup yang lebih produktif lagi.

Sumber Referensi

Diah Ayu Lestari. 2024. Bahaya Konsumsi Makanan dari Tepung secara Berlebihan [Online] (atatankecilkeluarga.com/rekomendasi-sepatu-on-running-wanita/ diakses 14 November 2024)

Diah Afrilian. 2023. Terlalu Banyak Konsumsi Tepung Bisa Memicu 5 Penyakit Ini [Online] (https://food.detik.com/info-sehat/d-6773177/terlalu-banyak-konsumsi-tepung-bisa-memicu-5-penyakit-ini diakses 14 November 2024)

article

Artikel Terkait Lainnya